My Coldest CEO

23| Supermarket



23| Supermarket

0"Jadi, kamu ingin membeli apa, Tuan? Sedaritadi kamu sibuk mengikuti diri ku tanpa membeli sesuatu yang kamu bilang sebelumnya."     

Felia menatap bingung ke arah Leo yang saat ini tengah berada di sampingnya, masih setia mengikuti. Dari awal mereka masuk ke supermarket, dan juga ia yang memilah milih bahan segar seperti daging-dagingan, tapi laki-laki itu masih bertahan tanpa adanya kalimat beruntun pertanda mengeluh.     

Leo mengalihkan pandangannya ke arah Felia, wanita tersebut menaikkan sebelah alisnya pertanda kebingungan. "Ya jalan saja dulu, belum ada yang manarik." ucapnya hanya dengan kalimat seadanya saja karena apa yang diucapkan sebelumnya hanya kalimat pendukung supaya Felia mengizinkan dirinya untuk menemani belanja.     

"Tapi--"     

"Apa yang kamu pilih? kenapa tidak mengambil salmon saja?"     

Ucapan Felia yang sepenuhnya belum keluar dari mulut langsung di sela oleh Leo, laki-laki tersebut menahan tangannya yang ingin mengambil ikan segar yang entahlah nia sendiri pun tidak tahu berjenis apa.     

"Memangnya kenapa, Tuan? salmon kan mahal, aku tidak akan sanggup membeli itu." ucapnya yang memang tidak pernah membohongi diri ataupun orang lain kalau dirinya adalah wanita yang memang kurang berkecukupan.     

Felia menatap wajah yang masih sangat tampan, mengulas sebuah senyuman hangat kepadanya.     

"Apa fungsinya ada seorang Leo di sini?" tanya Leo sambil menaik turunkan alisnya, wajahnya yang tampan terkesan sexy. Hei, Felia bukan tipe wanita yang munafik tapi hal iu adalah kebenaran.     

"Entah, kamu mungkin bosan dan memilih menemani ku untuk nanti membicarakan perihal--"     

"Bukan, fungsi adanya seorang Leo ya akan membayarkan semua belanjaan kamu." ucap Leo yang kembali memotong ucapan Felia. Ia menjulurkan tangannya untuk mengambil ikan yang berada di kantong pada keranjang belanja Felia, menukarnya dengan salmon yang memang sudah dapat di tebak berapa harganya.     

Felia menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak enak karena setiap bertemu dengan Leo pasti laki-laki tersebut selalu saja mengeluarkan uang yang besar untuk dirinya. Padahal belum terlalu kenal tapi sudah seroyal ini kepada orang lain, apa Leo patut di berikan penghargaan sebagai orang yang sama sekali tidak keberatan menghabiskan uang untuk suatu hal yang random?     

Iya, sepertinya memang patut di berikan.     

"Tidak perlu, Tuan. Kamu berlebihan dan mengeluarkan uang untuk seseorang yang tidak di kenal juga berlebihan." ucapnya yang kembali menaruh salmon ke tempatnya. Menatap Leo seakan-akan tidak percaya dengan tindakan laki-laki tersebut.     

Leo terkekeh mendengar ucapan Felia yang menurutnya justru itulah arti sesungguhnya dari berlebihan, sudah ia bilang kalau uang bukanlah segala-galanya. "Kalau begitu, biar saya saja sini yang memegang keranjang belanjanya." Tanpa persetujuan dari wanita yang kini berada di sebelahnya, ia langsung saja menyampirkan keranjang belanja tersebut ke lengan kekarnya.     

Laki-laki maskulin kalau sudah mau diajak masuk ke dalam supermarket dan menemani wanita berbelanja, pasti terlihat sangat manis.     

Felia hampir saja memekik dengan kata 'hei' secara lantang kalau tempat yang ia pijak kini bukanlah tempat umum. "Kamu apa-apaan sih Tuan, menyebalkan sekali." ucapnya sambil cemberut. Tidak ingin melawan apalagi memaksa supaya keranjang belanja itu berada di tangannya kembali, ia memilih diam saja sambil mengembuskan napasnya.     

'Bisa ya Ica jatuh cinta dengan laki-laki seperti ini?' tanyanya dalam hati, tidak habis pikir.     

Leo hanya mengangkat bahunya acuh, tidak peduli dengan pemikiran Felia yang sekarang. Dari cerita Bara mengenai wanita tersebut yang sepertinya jarang makan tepat waktu, jadi ia memiliki sebuah ide supaya Felia bisa merasakan kenikmatan salmon, tidak ada tandingannya.     

Felia melihat Leo yang mengambil salmon dan kembali di masukkan ke dalam keranjang belanja, ia tidak tahu harus bersyukur atau merasa terbebani kalau suatu saat nanti laki-laki tersebut menagih sebuah bill harga pada dirinya. Tidak, jangan sampai. "Sudah lah, Tuan. Lagipula aku hanya ingin nyemil untuk menonton televisi, tidak perlu membeli semua itu." ucapnya, menolak.     

"Tidak ada penolakan, dan kalau seperti itu saya ingin mampir ke rumah mu. Nanti kita menonton televisi bersama, ku rasa hitung-hitung sebagai hiburan karena mulai besok diri ku kembali bekerja."     

"Tidak Tuan, tidak perlu. Aku tidak pernah membawa siapapun ke rumah, apalagi seorang laki-laki."     

"Kenapa? nanti saya yang akan memasak menu untuk makan malam, bagaimana? Bukankah itu kedengaran biasa saja?"     

Kalau saja wanita lain yang berada di posisi Felia, sudah pasti mereka tanpa basa-basi langsung mengiyakan dan membuka pintu rumah lebar-lebar karena kedatangan seorang laki-laki idaman. Tapi berbeda dengan Felia itu sendiri, ia hanya merasa aneh saja karena selama ini tidak ada yang pernah mengunjungi dirinya selain Azrell dan keluarga.     

"Harus berapa kali aku menolak setiap keinginan mu yang bertolak belakang dengan ku, Tuan?"     

"Sebanyak nol kali, mungkin? saya hanya mengajukan permintaan kecil, apa itu salah?"     

"Bukan begitu Tuan, selera ku dengan mu sangat berbeda. Dan kau tidak tahu apapun tentang kesederhanaan karena hidup mu terlalu sempurna untuk wanita tak terpandang seperti diri ku,"     

Bahu Felia terlihat merosot. Napasnya juga tercekat, bahkan kalimat yang seharusnya masih berkelanjutan mulai tertahan di ujung tenggorokan. Kedua manik mata indah berwarna biru laut itu mulai terlihat sendu, merasakan kalau kenyataan memang selalu menampar hari-harinya.     

Mendengar itu, Leo tentu saja langsung mengulas sebuah senyuman tipis. Menaruh keranjang belanja di lantai, lalu menatap Felia dengan lembut.     

"Kalau begitu, ajarkan saya tentang kesederhanaan yang kamu miliki." balas Leo dengan suara bariton bervolume rendah, dipadukan sebuah senyuman.     

Sudah good looking, good attitude pula. Leo memang laki-laki yang sangat sempurna jika dilihat dari sudut mana pun.     

Felia mengerjapkan matanya, tidak menyangka kalau Leo akan mengatakan hal itu.     

Mengerjapkan kedua bola matanya, lebih baik Felia kembali pada dunia nyata sebelum banyak orang yang memperhatikan gerak gerik mereka. "Sudah ah, aku harus bayar ini." ucapnya, meraih gagang keranjang plastik belanja yang memang selalu di sediakan supermarket lalu melangkahkan kakinya menuju kasir untuk mengantri bersama lainnya.     

Sedangkan Leo yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya, ia tidak tahu kenapa bukannya merasa tidak peduli pada Felia justru menjadikan dirinya semakin penasaran.     

Apalagi melihat raut wajah sendu yang tadi di tampilkan oleh wanita tersebut, sungguh rasanya ingin memeluk tubuh mungil itu.     

Ia segera melangkahkan kakinya, untuk mendekat ke arah Felia dan tentu saja langsung menjadi pusat perhatian bagi para wanita yang tengah mengantri bahkan banyak yang mencuri pandang kepadanya.     

"Eh? ada Tuan Leo!" Berawal dari pekikan seorang wanita yang membawa troli belanjaan, sudah dapat di pastikan jika dirinya tengah berbelanja bulanan. Dari pekikan itu, semakin banyak mata yang memperhatikan dirinya.     

Felia menunduk malu, karena hanya dia wanita yang saat ini berada tepat di samping tubuh Leo tampa berkutik dan menunjukkan respon berlebihan. "Tuan sebaiknya tunggu di dalam mobil saja," gumamnya dengan nada terlampau kecil karena tidak ingin ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.     

Sedangkan Leo? tentu saja laki-laki itu terlihat biasa saja karena menjadi pusat perhatian sudah melekat pada dirinya sejak lama. "Tidak, saya ingin membawakan belanjaan mu." ucapnya sambil meraih dompet yang terletak di dalam saku celananya, ia mengambil sebuah kartu ATM lalu memaksa Felia untuk menggenggam erat benda pipih yang tipis itu.     

"Kekasih baru Tuan Leo kah? astaga cantik sekali."     

"Sudah berganti pasangan lagi, ya? Azrell kemana? sepertinya dia kalah jauh dengan wanita yang saat ini bersama Leo."     

"Ah wanita yang kemarin terlalu gemar menampilkan bentuk tubuhnya, tapi untuk yang ini terlihat menggemaskan."     

"Hoodie dan hotpants ya? style yang lucu, seperti besok aku akan mencoba untuk menerapkan style itu."     

Felia mengerjapkan kedua bola matanya saat mendengar respon positif dari orang-orang. Ia pikir akan dihujam habis-habisan karena penampilannya saat ini sangatlah buruk, tidak seperti wanita pada umumnya yang gemar memakai dress dan pakaian feminim lainnya.     

"Apa mereka benar-benar memuji ku?" tanyanya pada Leo, masih mengecilkan volume suara.     

Leo menganggukkan kepalanya, membenarkan pertanyaan Felia yang tampaknya tersentuh? mungkin. "Tentu saja, lihat saja besok trend hoodie dengan hotpants akan booming." ucapnya yang memang menjelaskan hal sebenarnya.     

Dulu, saat awal bersama dengan Azrell para wanita juga tertarik dengan style yang di miliki mantan wanitanya itu. Hal biasa, karena fashion bisa berubah-ubah kapanpun.     

"Bagaimana itu bisa terjadi, Tuan? Bukankah penampilan ku ini sangat... euhm tidak perlu di katakan pasti kamu sudah menilainya sejak awal, iya kan?"     

Felia suka sekali overthinking terhadap penampilan, padahal belum tentu apa yang ia pikirkan iti adalah sebuah kebenaran.     

Overthinking hanya membawa manusia ke lubang hitam kegelapan, seperti yang berada di alam semesta. Kecemasan tanpa ujung, membuat gumpalan yang merugikan pikiran.     

"Menggemaskan, mereka memujimu sesuai fakta." ucap Leo dengan pelan. Menatap Felia sambil mengedipkan sebelah matanya. Memang dasar tukang tebar pesona, untung saja wajahnya sangat-sangat mendukung.     

Blush     

Pipi Felia terlihat ada pancaran merah yang tercetak jelas, lalu langsung saja terlihat kelimpungan --tidak tahu ingin membalas ucapan Leo dengan kalimat seperti apa--. "Ah lebih baik aku meneruskan untuk mengantri saja," ucapnya yang kembali memutar tubuh supaya tidak berhadapan dengan Leo. Yang artiannya, laki-laki itu melihat blushing pada pipinya.     

"Yasudah saya tunggu di dalam mobil, bagaimana?" tanya Leo sambil mendekati Felia kembali. Walaupun baru dua hari, rasanya ia sudah mengenal sifat wanita tersebut saking sederhananya.     

Felia menolehkan kepalanya, lalu memasang wajah kebingungan. "Lalu? aku kan tidak tahu sandi ATM milik mu, bagaimana bisa bayar di kasir nantinya?" tanyanya. Bagaimana pun juga, ia tidak memiliki pilihan lain selain menerima penawaran Leo untuk membayar belanjaannya dengan uang laki-laki tersebut. Bukan apa-apa, ia hanya membawa beberapa dolar saja dan Leo menambahkan bahan makanan yang bahkan belum cukup kalau di bayar dengan uang miliknya.     

Menepuk kening, Leo hampir saja melupakannya. "Kalau begitu, saya akan tetap berada di samping mu." ucapnya. Ia mulai berdiri tegak, seperti seorang bodyguard yang menjaga sang majikan.     

"Tuan Leo?"     

"Iya, ada apa?"     

"Terimakasih sudah sangat berbaik hati pada ku, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi kamu laki-laki luar biasa tanpa pamrih, sekali lagi terimakasih banyak."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.